Senin, 02 Juli 2012

Alfred Adler




A.    Riwayat Hidup Alfred Adler

Alfred Adler lahir di Wina pada tanggal 7 Februari  1870 sebagai anak ketiga dari dari seorang pengusaha Yahudi. Sewaktu kecil, Adler sering sakit-sakitan sehingga ia baru bisa berjalan pada usia empat tahun. Ketika berusia lima tahun, dia nyaris tewas akibat pneumonia. Pada usia inilah, dia memutuskan untuk menjadi seorang fisikawan.
Ketika sekolah, Adler adalah seorang anak dengan kemampuan rata-rata dan menyenangi permainan di luar ruangan ketimbang berkurung di ruang kelas. Dia sering keluar rumah, dikenal luas oleh teman-temannya dan aktif. Salah satu penyebab dia terkenal diantara teman-temannya adalah karena dia ingin menyaingi kakaknya, Sigmund.
Dia menerima gelar doktor dari Universitas of Wina pada tahun 1895. selama kuliah, dia bergabung dengan mahasiswa-mahasiswa sosialis dan disinilah dia berkenalan dengan gadis yang kelak jadi istrinya, Raissa Timofeyewna Epstein. Mereka menikah pada tahun 1897 dan dikaruniai empat orang anak, dua diantaranya menjadi psikiatris.
Dia memulai kariernya sebagai seorang optamologis, tapi kemudian beralih pada praktek umum biasa dan membuka praktek di daerah kelas bawah di Wina. Klien-kliennya termasuk anggota kelompok sirkus. Kekuatan dan kelemahan para pemain sirkus inilah yang membuatnya bisa mencetuskan konsepnya tentang inferioritas organ dan kompensasi.
Dia kemudian beralih pada psikiatri, dan pada tahun 1907 dia bergabung dengan kelompok diskusi Freud. Walaupun Freud mengangkat Adler sebagai presiden Vienese Analytic Society dan ko-editor dari terbitan berkala organisasi ini, Adler tetap mengkritik pandangan Freud. Perdebatan antara pendukung Adler dan pendukung Freud pun diadakan tapi acara ini berakhir dengan keluarnya Adler dan sembilan anggota lain dari organisasi ini dan mendirikan The Society for Individual Psychology.
Ketika PD I berkecamuk, Adler bertugas sebagai fisikawan dalam Angkatan Bersenjata Austria, yang tugas awalnya berada di garis depan yang berbatasan dengan Rusia dan kemudian di rumah sakit anak-anak. Dia telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri seperti apa akibat buruk peperangan, dan inilah yang membawa pemikirannya ke arah konsep kepentingan sosial. Dia berpendapat bahwa kalau kemanusiaan masih ingin dipertahankan, manusia harus mengubah cara hidupnya.
Setelah perang usai, dia terlibat dalam berbagai proyek, termasuk klinik-klinik yang didirikan di sekolah-sekolah negeri dan melatih para guru. Tahun 1926, dia pergi ke AS untuk mengajar dan menerima jabatan sebagai profesor tamu di Long Island College of Medicine. Tahun 1934, dia dan kelurganya meninggalkan Wina untuk selamanya. Pada tanggal 28 Mei 1937 sewaktu menyampaikan beberapa kuliah di Abeerden University, dia meninggal akibat serangan jantung.

Pendekatan teori kepribadian Adler disebut Individual Psychology. Teori ini lebih menekankan pada keunikan pribadi atau sifat khas, yaitu individualitas dan sifat-sifat pribadi manusia. Menurut Adler, kepribadian dibentuk oleh keunikan sosial dan interaksi yang khas bukan oleh usaha seseorang dalam memenuhi kebutuhan biologisnya. Sex, yang merupakan faktor utama dalam teori keribadian Freud, diminimalisir oleh Adler. Dalam teorinya, Adler memandang bahwa kesadaran merupakan pusat kepribadian. Berbeda dengan pandangan Freud yang mengutamakan ketidaksadaran.

A. Pokok-Pokok Teori Adler:
1.            Inferiority Feelings
Inferiority feelings merupakan kondisi normal yang dialami oleh semua orang dan merupakan sumber usaha semua orang. Adler meyakini bahwa perasaan rendah diri selalu hadir dalam diri tiap orang dan merupakan dorongan untuk memotivasi tingkah laku seseorang karena setiap orang mengalami situasi ini. Maka inferiority feelings bukanlah tanda-tanda kelemahan atau abnormalitas.
a)      Kompensasi
Kompensasi merupakan motivasi untuk mengatasi rendah diri untuk mencapai level perkembangan yang lebih tinggi. Kompensasi terhadap inferiority feelings menghasilkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan individu. Sepanjang hidup kita didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi rendah diri dan untuk berjuang meningkatkan perkembangan ke tingkat yang lebih tinggi. Proses kompensasi dimulai dari masa infancy. Adler meyakini bahwa bayi menyadari ada kekuatan dan kekuasaan orang tuanya dan menyadari akan ketidakberdayaannya untuk menentang kekuatan orang tuanya itu. Walaupun pengalaman ini berawal dari masa infancy dan dialami setiap orang tapi ini bukan ditentukan oleh faktor genetik. Rasa rendah diri tidak dapat dielakkan karena merupakan hal yang penting bagi kita.

b)      Inferiority Complex
Inferiority complex merupakan sebuah kondisi yang berkembang ketika seseorang tidak dapat mengimbangi rasa rendah diri yang normal. Orang yang mengalami inferiority complex menganggap rendah diri mereka sendiri dan mereka merasa tidak berdaya serta tidak mampu untuk mengatasi tuntutan kehidupannya. Tiga hal penting yang menyebabkan inferiority complex pada masa kanak-kanak:
¨            Organic Inferiority, yaitu cacat tubuh/kelemahan pada salah satu organ tubuh
¨            Through Spoiling (Memanjakan), yaitu memberikan apa saja yang diminta oleh anak sehingga ia tidak pernah belajar akan arti menunggu. Ketika anak itu berhadapan dengan masalah maka ia akan mengalami inferiority complex
¨            Through Neglect (Pengabaian), yaitu apabila anak diabaikan oleh orang tua/tidak diberikan kasih sayang yang penuh maka anak itu akan mengembangkan ketidakberdayaan mereka bahkan ketakutan dan ketidakberdayaan terhadap orang lain
c)      Superiority Complex
Superiority Complex merupakan suatu kondisi yang berkembang ketika seseorang terlalu berlebihan dalam mengimbangi rasa rendah dirinya. Hal ini meliputi pandangan yang berlebihan terhadap suatu kemampuan yang menuntut kesempurnaan, contoh: seseorang ingin suatu kesuksesan yang sangat luar biasa. Orang yang mengalami superiority complex cenderung suka membual, sombong, egois, dan cenderung menjelek-jelekkan orang lain.
Adler juga meyakini bahwa adanya istilah “protes maskulin”. Dia mencatat ada beberapa hal yang mempengaruhi “protes maskulin” dalam kebudayaannya dan mungkin ada dalam kebudayaan kita juga, misal: anak laki-laki jauh lebih diharapkan dibanding anak perempuan. Anak laki-laki sering dianggap kuat, perkasa, agresif, atau ingin dianggap maskulin sedangkan perempuan dianggap lemah, pasif, dan bergantung pada orang lain. Protes maskulin terjadi ketika seorang anak laki-laki berontak untuk melakukan keinginannya dan ini dianggap sebagai hal yang wajar. Sementara ketika anak perempuan membangkang dan selalu menuruti keinginnya sendiri akan disebut tomboi dan diperintahkan untuk mengubah sikapnya. Istilah “protes maskulin” tidak hanya dilakukan pada perempuan, laki-laki juga bisa melakukan “protes maskulin”, misal: anak perempuan yang pemalu dan pendiam akan dipuji karena memang sudah memiliki sikap feminim. Tapi kalau ada anak laki-laki yang pemalu dan pendiam akan disebut banci.

2.      Striving for Superiority and Perfection
Adler mendeskripsikan dugaannya mengenai striving for superiority sebagai fakta kehidupan yang fundamental. Superiority adalah tujuan pokok dari perjuangan kita. Perjuangan untuk superiority bukanlah sebuah usaha untuk menjadi lebih baik dari orang lain dan juga bukan sifat arogan atau perilaku yang menguasai atau sebuah opini yang berlebihan terhadap kemampuan dan prestasi kita. Apa yang dimaksudkan oleh Adler adalah jalan menuju kesempurnaan. Istilah perfection berasal dari bahasa Latin yang artinya untuk menyempurnakan atau untuk menyelesaikan. Dengan demikian Adler menegaskan bahwa kita berjuang untuk superiority dengan usaha untuk menyempurnakan diri kita sendiri; untuk membuat diri kita sempurna.
Tujuan pokok Adler ini diorientasikan untuk masa depan sedangkan Freud mengusulkan bahwa sikap manusia ditentukan oleh masa lalu (dalam hal ini melalui insting dan pengalaman masa kecil kita). Adler melihat dorongan manusia dalam hal meraih masa depan. Dia menyatakan bahwa kita tidak dapat memohon pada naluri atau dorongan hati sebagai prinsip-prinsip penjelasan tersebut. Hanya tujuan pokok dan superiority atau perfection yang dapat menjelaskan kepribadian dan tingkah laku.
Adler menerapkan istilah finalism yang berarti bahwa kita mempunyai sebuah tujuan pokok, tujuan akhir, dan sebuah kebutuhan untuk bergerak maju. Tujuan yang kita perjuangkan bagaimanapun adalah merupakan potensial dan bukan aktualitas. Dengan kata lain, kita berjuang untuk tujuan yang ada dalam diri kita secara subjektif. Adler percaya bahwa tujuan kita bersifat fiksi atau tidak nyata yang tidak dapat dikaitkan dengan realita. Kita menjalankan kehidupan ini dengan kepercayaan yang sama seperti orang lain yang berdasarkan kebaikan. Kepercayaan ini mempengaruhi cara kita merasa dan berinteraksi dengan orang lain. Contohnya, jika kita percaya bahwa kebiasaan kita sebuah cara tertentu akan diberikan di surga, kita akan mencoba untuk berperilaku sesuai dengan kepercayaan tersebut. Kepercayaan diri dalam eksistensi surga tidak didasarkan pada kenyataan akan tetapi hal itu dihubungkan pada orang yang memegang pandangan tersebut.
Adler merumuskan konsep ini sebagai fictional finalism, gagasan/ide fiksional tersebut menuntun tingkah laku kita seperti halnya kita berjuang meraih sebuah kesempurnaan. Kita menunjukkan jalan hidup kita melalui banyak fiksi tetapi pemikiran yang paling imajinatif adalah tujuan dari perfection. Dia menegaskan bahwa formulasi yang baik dan tujuan ini dikembangkan oleh manusia yang didapatkan dari Tuhan.
Ada dua poin tambahan untuk mencatat striving for superiority. Yang pertama, lebih meningkatkan daripada mengurangi tensi. Tidak sama dengan Freud, Adler tidak mempercayai bahwa motivasi kita satu-satunya adalah untuk mengurangi tensi. Striving for perfection membutuhkan pengeluaran energi dan usaha yang besar, sebuah kondisi yang cukup berbeda dari keseimbangan. Yang kedua, the striving for superiority atau perfection tidak hanya sebagai individu tetapi juga sebagai anggota grup. Kita mencoba meraih kesempurnaan kebudayaan kita.
Pada pandangan Adler, individu dan masyarakat saling berkaitan dan saling ketergantungan. Manusia harus membangun hubungan dengan yang lain untik kebaikan semua. Dengan demikian, bagi Adler, manusia terus berjuang untuk hal-hal yang tidak nyata., tujuan utama dari perfection.


3.      Style of Life
Tujuan utama bagi kita semua mungkin superiority atau perfection tapi kita mencoba untuk mencapai tujuan tersebut melalui tingkah laku yang khusus. Masing-masing kita mengekspresikan perjuangan tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Kita mengembangkan pola tingkah laku, karakter dan kebiasaan yang unik dimana Adler menyebutnya sebagai sebuah karakter khusus atau gaya hidup.
Untuk memahami bagaimana gaya hidup itu berkembang, kita kembali kepada konsep inferiority feelings dan compensation. Bayi mengalami inferiority feelings yang mendorong mereka untuk mengimbangi ketidakberdayaan dan ketergantungan. Dalam usaha untuk mengimbangi hal tersebut, anak-anak memperoleh seperangkat tingkah laku atau kebiasaan. Sebagai contoh, anak yang sedang sakit dapat berjuang untuk meningkatkan kekuatan fisik dengan cara berlari atau angkat beban. Kebiasaan ini menjadi bagian dari gaya hidup yang dibentuk untuk mengimbangi inferiority.
Apa yang kita lakukan dibentuk dan ditetapkan oleh gaya hidup kita yang unik. Hal ini menentukan aspek mana dari lingkungan yang kita pedomani atau kita abaikan dan kebiasaan apa yang kita laksanakan. Gaya hidup ini dipelajari dari interaksi sosial yang terjadi sebelumnya. Menurut Adler, gaya hidup ini benar-benar direalisasikan pada usia empat atau lima tahun sehingga sulit untuk diubah.
Gaya hidup menunjukkan kerangka untuk tingkah laku yang selanjutnya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hal itu tergantung pada interaksi sosial khususnya keteraturan kelahiran manusia dalam keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak. Sebagai contoh, sebuah kondisi yang dapat mengarah pada inferiority complex itu diabaikan. Anak-anak yang diabaikan dapat merasa rendah diri dalam mengatasi permintaan dalam hidup dan oleh karena itu dapat menjadikannya tidak percaya dan bermusuhan dengan yang lain. Akibat dari gaya hidup mereka tersebut dapat melibatkan pencarian balas dendam, membenci keberhasilan orang lain, dan merebut apa yang mereka anggap sebagai hak mereka.
Kita telah melihat dengan jelas ketidakkonsistenan antara pemikiran gaya hidup Adler dan komentar kita sebelumnya bahwa teorinya lebih bersifat optimis dan kurang bersifat menentukan daripada teori Freud. Adler mengatakan bahwa kita berada dalam kontrol nasib kita, bukan korban. Tapi sekarang kita mengetahui bahwa gaya hidup itu ditentukan oleh hubungan sosial yang terjadi sebelumnya dan subjeknya mengalami sakit perubahan sesudahnya.
Diri yang kreatif merupakan kemampuan individu untuk menciptakan gaya hidup yang sesuai untuk bisa mencapai keberhasilan. Adler berpendapat bahwa manusia mempunyai kekuatan kreatif untuk mengontrol kehidupan dirinya, bertanggung jawab mengenai tujuan finalnya, menentukan cara memperjuangkan tujuan itu dan menyumbang pengembangan minat sosial. Kekuatan diri kreatif itu membuat setiap manusia menjadi manusia bebas, bergerak menuju tujuan yang terarah.
Adler menguraiakan beberapa masalah yang sering kita hadapi, dan dia mengelompokkan dalam 3 katagori, yaitu : masalah yang meliputi tingkah laku kita terhadap orang lain, masalah pekerjaan, dan masalah cinta.
Adler juga mengusulkan 4 dasar gaya hidup yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, yaitu:
1.                     Dominant Type, dalam tipe ini seseorang tidak membutuhkan pertimbangan orang lain dalam bertindak. Dampak yang berlebihan dari tipe ini adalah : membuat seseorang menjadi sadis, jahat, atau menjadi sociopaths. Dampak lain yang kurang mengarah pada tindak kejahatan adalah : seseorang menjadi pemabuk, ketergantungan pada obat-obat terlarang, atau nekat bunuh diri, mereka percaya bahwa mereka menyakiti orang lain dengan cara menyerang.
2.                     Getting Type, dalam tipe ini seseorang cenderung mengharapkan kepuasan dari orang lain sehingga akan tergantung pada orang lain
3.                     Avoiding Type, dalam tipe ini seseorang tidak mau berusaha menyelesaikan masalah dalam hidup nya, atau lari dari masalah.
4.                     Socially Usefull Type, dalam tipe ini seseorang cenderung bekerja sama dengan orang lain dan bertindak sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya, seseorang mengatasi masalah nya dengan membuat kerangka penyelesaian yang tersusun baik bersama dengan orang lain.


4.      Social Interest
Adler meyakini bahwa bergaul dengan sesama adalah tugas pertama kita menghadapi kehidupan. Level penyesuaian sosial kita selanjutnya yang merupakan gaya hidup kita berpengaruh terhadap pendekatan kita ke seluruh masalah hidup. Dia mengusulkan konsep social interest, dimana dia mendefinisikannya sebagai potensi individu sejak lahir untuk bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi dan sosial.
Meskipun kita lebih kuat dipengaruhi oleh dorongan sosial daripada biologis, dalam keseluruhan potensi untuk social interest ialah bawaan lahir. Pendekatan Adler mempunyai elemen biologis. Potensi kita sejak lahir untuk social interest dipercaya bergantung pada pengalaman awal sosial kita.
Tidak seorang pun terpisah dari orang lain atau dari kewajiban. Dari waktu paling awal, orang berkumpul dalam keluarga, suku, dan bangsa. Komunitas sangat diperlukan sebagai tempat manusia untuk berlindung dan melangsungkan hidupnya. Komunitas selalu menjadi hal penting untuk manusia dalam bekerja sama dan memperjelas social interest. Individu harus bekerja sama dan berinteraksi sosial untuk menyadari tujuan individu dan umum.
Kelahiran adalah situasi yang memerlukan kerja sama. Awalnya dari ibu kemudian anggota keluarga lainnya dan orang yang setiap hari peduli atau sekolah. Adler mencatat pentingnya ibu sebagai orang pertama yang berinteraksi terhadap bayi yang baru lahir. Melalui perilakunya kepada anak, ibu bisa membantu perkembangan social interest atau menghalangi perkembangan social interestnya. Pengaruh ibu juga tergantung bagaimana anak menafsirkan perilaku ibu (ini berhubungan  dengan ide Adler tentang kekuatan kreatif dalam diri).
Ibu juga harus mengajari anak bekerja sama, bersababat, dan keberanian. Hanya jika anak-anak merasa bersahabat dengan yang lainnya mereka dapat bertindak dengan berani dalam usaha untuk menanggulangi ketergantungan. Orang yang tidak punya perasaan tentang social interest mungkin menjadi neurotics atau bahkan kriminal.
Dia menyatakan bahwa perasaan sosial mempunyai ruang gerak eksis yang luas. Beberapa orang, seperti Mother Teresa, mencurahkan seluruh waktu dan energinya untuk menolong sesama, orang yang lain memilih kehidupan egois dan tidak membuat sumbangsih kepada komunitas.
Di awal karir, Adler mengusulkan bahwa manusia digerakkan oleh nafsu untuk kekuatan dan kebutuhan untuk mendominasi. Setelah ia pisah dari Freud dan mencapai pemikiran ulang dari kerjanya, dia mengusulkan bahwa orang dimotivasi lebih kepada social interest daripada kebutuhan untuk kekuatan dan mendominasi.



5. Birth Order (Urutan Kelahiran)
Urutan kelahiran merupakan suatu pengaruh sosial yang dominan pada masa kanak-kanak, salah satunya mempengaruhi kita dalam menciptakan gaya hidup. Meskipun saudara kandung memiliki orang tua yang sama dan tinggal dalam rumah yang sama, tetapi mereka tidak mempunyai lingkungan sosial yang identik. Perlakuan orangtua terhadap anak tertua, anak kedua, anak termuda, dan anak tunggal akan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak tersebut. Adler menyatakan bahwa ada 4 situasi dalam urutan kelahiran : anak pertama, anak kedua, anak termuda, anak tunggal.

Anak pertama
Biasanya orang tua merasa senang saat kelahiran anak pertamanya dan mereka cenderung memberikan waktu dan perhatiaan yang besar kepada anak tersebut. Anak pertama biasanya mendapat perhatian yan instan dan tidak terbagi dari orangtuanya. Akibatnya anak pertama merasa senang dan aman sampai kelahiran anak kedua. Kemudian, setelah anak kedua lahir, anak pertama biasanya merasa terbuang karena perhatian dan kasih sayang orangtua tidak lagi fokus padanya
Tidak seseorang pun anak pertama mengharapkan pergantian tempat yang drastis tanpa adanya suatu perlawanan. Mereka berusaha untuk merebut kembali posisi mereka semula dengan mengandalkan kekuatan dan kewibawaan mereka. Adler meyakini bahwa semua anak pertama pasti merasa shock dengan perubahan status mereka dalam keluarga.
Anak pertama tidak akan bisa merebut kembali posisinya dalam urutan keluarga setelah anak berikutnya lahir, tidak peduli bagaiman cara mereka berusaha. Hal ini mengakibatkan anak pertama merasa stubbrorn, sakit hati, dan melawan serta menolak untuk makan dan tidur. Mereka menunjukan amarahnya tetapi orangtua justru memarahi mereka kembali. Ketika anak pertama dihukum akibat kesalahan mereka, mereka menginterpretasikan hukuman itu sebagai bukti tambahan atas keterbuangan mereka dalam keluarga sehingga mereka mulai membenci anak kedua.
Adler menemukan bahwa anak pertama cenderung berorientasi pada masa lalu, dan pesimis terhadap masa depan. Anak pertama akan berkembang menjadi seorang yang baik dalam mengorganisir, teliti dan seksama, berkuasa dan berprilaku konservatif.
Anak kedua
Anak kedua adalah seseorang yang menyebabkan pergolakan dalam kehidupan anak pertama. Mereka tidak pernah mendapatkan posisi yang kuat karena keberadaan anak pertama. Namun, anak kedua juga tidak pernah merasa terbuang seperti yang dirasakan anak pertama. Anak kedua tidak pernah merasa sendiri, tapi selalu meniru tingkah laku saudaranya yang lebih tua sebagai trik dan sumber untuk bersaing dengan saudaranya itu. Anak kedua cenderung juga ingin bersaing dengan saudaranya yang lebih tua, contohnya Adler yang merupakan anak kedua melakukan persaingan dengan kakaknya, Sigmund. Ketika ia menjadi seorang analis yang terkenal, dia merasa sudah mengalahkan kakaknya yang merupakan businessman kaya. Anak kedua biasanya lebih cepat berbicara daripada anak pertama. Mereka cenderung optimis akan masa depan dan bersifat kompetitif dan ambisius.
Anak termuda
Anak termuda tidak pernah menghadapi perasaan terbuang oleh saudara yang lain, dan sering menjadi anak kesayangan dalam keluarga, sehingga mereka akan kesulitan untuk menjadi dewasa. Anak termuda yang dimanjakan secara berlebihan dianggap tidak membutuhkan pelajaran untuk melakukan sesuatu dengan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, anak-anak tersebut menjadi tidak berdaya dan sangat bergantung pada orang tua
Anak Tunggal
Anak tunggal tidak pernah kehilangan posisi dan haknya dalam keluarga. Seluruh perhatian dari orang tua hanya dipusatkan pada mereka. Dibandingkan dengan anak-anak yang lain, anak tunggal cenderung lebih cepat matang dalam arti lebih cepat berperilaku dewasa. Anak tunggal cenderung mengalami kesulitan ketika mereka berada diluar rumah, misalnya disekolah, karena mereka bukanlah menjadi pusat perhatian lagi pada tempat itu. Anak tunggal biasanya sulit berbagi dan berkompetisi, dan jika kemampuan mereka tidak diberi perhatian yang cukup maka mereka akan sangat kecewa.

        Melalui pandangannya terhadap urutan kelahiran, Adler tidak mengusulkan bahwa urutan kelahiran mutlak mempengaruhi perkembangan masa kanak-kanak. Anak-anak tidak akan secara otomatis memperoleh karakter yang khusus semata-mata didasarkan pada urutan dalam keluarga. Apa yang dikemukakan Adler sebelumnya merupakan suatu kemungkinan tertentu yang dianggapnya mampu mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Namun Adler juga mengaitkannya dengan interaksi social. Keduanya digunakan oleh diri kreatif dalam membentuk gaya hidup.































C. ASSESMENT IN ADLER’S THEORY (PENILAIAN DALAM TEORI ADLER)

Sama halnya seperti Freud, Adler mengemukakan teorinya melalui analisis pasiennya, melalui evaluasi verbal dan prilaku mereka selama sesi terapi. Pendekatan Adler lebih santai dan informal dibandingkan dengan teori Freud. Dimana pasien Freud duduk disampingnya, sedangkan Adler duduk berhadapan dengan pasiennya, serta duduk di kursi yang nyaman dan santai. Sesi ini lebih kelihatan seperti percakapan antara teman dengan teman dibanding dengan hubungan yang formal seperti yang diterapkan oleh Freud.
Adler menilai kepribadian pasiennya melalui observasi segala sesuatunya tentang mereka seperti, cara mereka berjalan dan duduk, cara mereka bersalaman dan sebagainya. Mengantisipasi tanda-tanda modern dari bahasa tubuh, Adler menyarankan bahwa cara kita menggunakan tubuh kita menggambarkan gaya hidup kita.
Metode utama dari penilaian Adler disebut “entrance gates to mental life”, adalah urutan kelahiran, early recollection, dream analysis. Sebagai tambahan, Psikologi Kontemporer telah dikembangkan dalam test penilaian Psikologis yang didasarkan pada konsep Adler yaitu social interest. Tujuan Adler dalam penilaian kepribadian ini adalah untuk menemukan gaya hidup dari pasien dan menentukan apakah hal tersebut dalam menggambarkan kepribadian seseorang.

·         EARLY RECOLLECTIONS
Early recollections adalah suatu teknik penilaian kepribadian dimana memori awal kita baik nyata atau khayalan mengasumsikan keinginan yang paling utama dalam hidupnya. 
Orang dengan early recollections memiliki sebuah petunjuk yang hebat untuk tidak menemukan gaya hidup. Menurut Adler, kepribadian kita tercipta selama 4 atau 5 tahun pertama. Memori yang paling pertama dari periode ini mengindikasikan gaya hidup yang berlanjut pada karekter kita sampai dewasa. Adler menemukan bahwa hal ini memiliki sedikit perbedaan apakah early recollection dari pasiennya itu merupakan suatu yang nyata atau khayalan.
Adler meminta lebih dari 100 kolega, semua ahli jiwa, untuk menggambarkan memori awal meraka. Recollection yang paling banyak, diberi perhatian kepada penyakit dan kematian dalam keluarga, yang secara jelas menuntun mereka dalam memilih karir dalam bidang kesehatan seperti yang dialami oleh Adler sendiri.

·         DREAM ANALYSIS (ANALISIS MIMPI)
Adler setuju dengan Freud mengenai nilai-nilai mimpi dalam pengertian kepribadian tetapi ia tidak setuju ketika mimpi itu diinterpretasikan. Adler tidak percaya bahwa mimpi itu berisi harapan atau konflik yang tersembunyi dalam diri kita. Agaknya mimpi meliputi perasaan kita tentang current problem.
Adler menyatakan bahwa mimpi itu ditimbulkan oleh perasaan dan emosi. Sebagai buktinya dia menunjuk kepada fakta yang sering kali tidak dapat kita recall seperti kejadian-kejadian tertentu dalam mimpi, tetapi kita masih bisa merasakan suasana mimipi itu. Sebagai contoh, kita mengingat mimpi yang menyenangkan maupun menakutkan walaupun kita tidak dapat me- recall ceritanya secara detail. Menurut Adler mimpi diorientasikan terhadap masa kini dan masa depan, tidak kepada konfli dimasa lalu. Mimpi tidak dapat diinterpretasikan tanpa pengetahuan tentang orang tersebut dan situasinya. Mimpi adalah manifestasi dari gaya hidup seseorang dan keunikannya. Dari kerjanya dengan pasiennya, Adler menemukan beberapa interpretasi yang umum dari mimpi. Sebagai contoh, banyak orang mimpi jatuh atau terbang. Freud menginterpretasikan mimpi ini kedalam hal seksual. Sedangkan menurut Adler, mimpi jatuh mengindikasikan perasaan emosional seseorang meliputi demosi, seperti ketakutan atau kehilangan harga diri, dan prestise. Dan ketika dia mimpi terbang diindikasikan sebagai suatu perasaan yang memiliki daya juang seperti sebuah gaya hidup yang ambisius dimana seseorang memiliki hasrat untuk selalu lebih baik dari orang lain. Mimpi yang dikombinasikan antara terbang dan jatuh meliputi sebuah ketakutan yang terlalu ambisius.

D. MENGUKUR MINAT SOSIAL

Adler tidak begitu antusias dengan penggunaan test psikologi untuk menilai kepribadian seseorang. Dia berpendapat bahwa test itu justru membuat hasil yang ambigu atau ditafsirkan ganda karena test itu bisa menunjukan situasi yang tidak sesuai dengan keadaan aslinya. Menurut Adler, terapis-terapis seharusnya mengembangkan intuisi mereka. Tapi, walaupun begitu Adler tetap mendukung test memori dan intelegensi.
Ahli psikologi mengembangkan test untuk mengukur konsep minat sosial Adler, dengan the social interest scale (SIS) ynag terdiri dari kata-kata sifat, misalnya sifat suka menolong, simpatik, emosional dan lain-lain yang dapat menggambarkan individu tersebut. Alat yang lain yaitu the social interest index (SII), merupakan laporan pribadi dimana si subjek menyatakan pernyataan yang dapat mewakili sifat-sifat yang dimilikinya atau yang dapat menggambarkan karakternya. The Sulliman Scale of Social Interest juga dapat digunakan untuk mengukur minat sosial.























Review Jurnal

Judul : Birth Order and Education
Nama : Rhonda K Clayton
Tahun : 1998

Latar Belakang :
           
Birth order telah diteliti selama beberapa tahun sebagai sebuah faktor yang memainkan peranan penting dalam tingkat intelegensi seseorang. Secara umum tidak banyak yang memperhatikan hubungan birth order dan pendidikan. Teori birth order menyatakan bahwa seorang anak mengembangkan pola perilaku tertentu, secara umum adalah sebagai hasil dari posisi mereka dalam keluarga.
            First born diketahui memiliki menerima pembendaharaan kata lebih luas dari anak yang kemudian lahir, tapi anak berikutnya mungkin memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik. Pengalaman interaksi sosial oleh anak yang lahir setelah anak pertama dibentuk dengan dukungan yang sedikit dan lebih banyak komunikasi lisan daripada anak pertama. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak pertama lebih mampu memegang peranan dalam berorganisasi, dan dengan demikian pendidikan akan secara langsung dipengaruhi oleh prestasi.

Metode :

·    Peserta.
      60 kuisioner disebarkan di lokasi yang bervariasi termasuk pusat perbelanjaan, rumah sakit, rumah perawatan. Peserta termasuk setiap orang yang mau mengisi kuisioner termasuk penduduk setempat, pengunjung, dan pegawai dan memiliki pendapatan, tingkat pendidikan, latar belakang yang berbeda.
·    Peralatan yang digunakan.
      Penelitian ini menggunakan pulpen dan kertas kuisioner yang terbagi atas dua bagian. Bagian pertama mencakup bagian dengan pertanyaan demografik yang melibatkan diri mereka sendiri dan anggota keluarga, untuk memperkirakan urutan kelahiran dan pendidikan. Kemudian pada bagian kedua ada kira-kira 10 pertanyaan. Test yang digunakan adalah ANOVA untuk menentukan hubungan antara urutan kelahiran dan tingkat pendidikan.
·    Prosedur.
      Kuisioner diberikan pada 60 orang dalam lokasi yang berbeda. Peserta diberi instruksi untuk melengkapi dua bagian kuisioner dengan penjelasan per individu. Bagian pertama dari kuisioner yang mencakup pertanyaan tentang usia dan urutan kelahiran diikuti 10 urutan pertanyaan tentang self esteem.


Hasil
           
Teknik penelitian ANOVA digunakan untuk menganalisis data pada urutan lahir dan pendidikan. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa tidak ada hubungan yang  signifikan antara urutan kelahiran dengan tingkat intelegensi. Kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara anak tertua dengan tingkat pendidikan yang telah diselesaikan. Bagaimanapun ditemukan bahwa terlihat ada korelasi yang kuat antara tingkat pendidikan orangtuanya.

Diskusi :
           
Hanya sedikit penelitian yang dilakukan mengenai urutan kelahiran (birth order) dengan pendidikan. Mungkin, pembelajaran ke depan meliputi urutan kelahiran, intelegensi dan pendidikan akan mencerminkan sebuah hubungan yang lebih kuat antara ketiga variabel tersebut. Sebuah pandangan terhadap tingkat pendidikan dari seorang anak dalam perbandingannya ada tingkat pendidikan orang tua mungkin juga menunjukkan adanya signifikansi.








A.          Kesimpulan

Sebagai akhir dari pembahasan makalah ini, penulis menarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1.            Manusia pada dasarnya ialah makhluk sosial, bukan seksual. Manusia dimotivasikan oleh minat sosial, bukan oleh dorongan seksual. Inferioritas mereka tidak terbatas pada bidang seksual melainkan dapat meluas pada segala segi, baik fisik maupun psikologis. Manusia berusaha berjuang mengembangkan gaya hidup unik dimana dorongan seksual memainkan peranan kecil. Adler mengutamakan aspek kesadaran dalam mempengaruhi tingkah laku manusia.
2.            Teori Adler disebut dengan Psikologi Individual yang mencakup sub-sub teori sebagai berikut:
a.      Inferiority Feelings
b.      Striving for Superiority and Perfection
c.       Style of Life
d.      Social Interest
e.       Birth Order




REFERENCES

Barnes, T.P. (1995). The influence of parents and siblings on the development of personal premise system in middle childhood. Journal of Genetic Psychology, 156, 73-85.
Chalfant, D. (1994). Birth order, perceived parental favoritism, and feelings toward parents. Individual Psychology Journal of Adlerian Theory, 50, 52-57.
Coates, S., Messer, D. (1996). The influence of parity on children`s speech. Early Child Development and Care, 117, 29-43.
Eisenman, R. (1992). Birth order, development and personality. Acta Paedopsychiatrica International Journal of Child and Adolescent, 55, 25-27.
McHale, S.M., Crouter, A.C., McGuire, S.A., Updegraff, K.A. (1995). Congruence between mothers` and fathers` differential treatment of siblings: Links with family relations and children`s well-being. Child Development, 66, 116-128.
Morales, C.A. (1994). Birth order theory: A case for cooperative learning. Journal of Instructional Psychology, 21, 246-249.
Nelson, E.S., Harris, M.A. (1995). The relationships between birth order and need affiliation and group orientation. Individual Psychology Journal of Adlerian Theory, Research and Practice, 51, 282-292.
Nyman, L. (1995). The Identification of birth order and personality attributes. Journal of Psychology, 129, 51-59.
Romeo, F.F. (1994). A child`s birth order: Educational implications. Journal of Instructional Psychology, 21, 155-160.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar