Erik
Erikson lahir di Frankfurt, Jerman pada 15 Juni 1902. Erik Erikson memiliki
seorang ayah keturunan Denmark yang tidak diketahui namanya dan ibu bernama Karla Abrhamsen seorang Yahudi.
Namun ayah biologisnya juga tidak diketahui secara pasti. Saat Erik Erikson
masih dalam kandungan ibunya, ayahnya pergi meninggalkan ia dan ibunya. Setelah
Erikson lahir, ibunya dilatih untuk menjadi seorang perawat dan kemudian mereka
pindah ke Karlsruhe sebuah kota di Jerman bagian selatan. Pada tahun 1904, ibunya
menikah dengan seorang dokter spesialis anak yang bernama Theodor Homburger.
Nama Erik Erikson pun berubah menjadi Salomonsen Erik Homburger Erikson.
Salah
satu keprihatinan terbesar dalam kehidupan Erikson adalah perkembangan
identitasnya sendiri. Konsep-konsep identitas yang dikembangkan oleh Erikson
didasarkan pada pengalamannya sendiri saat ia bersekolah. Ia juga mengalami
saat-saat krisis di tahun awal kehidupannya. Selama masa kanak-kanak hingga
masa awal dewasa ia dikenal dengan nama Homburger Erik. Kedua orang tuanya juga
selalu merahasiakan tentang kelahirannya. Di sekolah, ia tidak diterima oleh
anak-anak lainnya karena ia seorang Nordic. Nordic adalah anak-anak yang
bertubuh tinggi, berambut pirang, dan bermata
biru. Selain itu, ia tidak diterima oleh anak-anak lain karena ia seorang
Yahudi. Setelah ia lulus dari sekolah menengah, Erikson memutuskan untuk
menjadi seorang seniman. Dia sempat belajar di sekolah seni dan melakukan pameran
atas karya-karyanya. Namun, pada akhirnya ia meninggalkan sekolah seni dan
memutuskan hidup mengembara untuk mencari identitasnya. Ia berkeliling Eropa,
mengunjungi museum-museum dan hidup sebagai orang jalanan. Pertama kalinya
Erikson belajar sebagai child analyst melalui tawaran Anna Freud yang merupakan
anak dari Sigmund Freud untuk belajar di Vienna Psychoanalytic Institute selama
kurang lebih 6 tahun. Beberapa saat kemudian ia bertemu dengan seorang guru
tari dari Kanada bernama Joan Serson dan mereka pun menikah. Mereka memiliki 3
orang anak. Sejak Nazi berkuasa, ia dan istri serta anak-anaknya hidup
berpindah-pindah. Mulai dari ke Copenhagen, Denmark, lalu pada akhirnya mereka
hidup di Boston. Di sana ia diterima untuk mengajar di Harvard Medical School.
Ia juga membuka praktik psokoanalisis yang mengkhususkan perawatan anak-anak.
Pada masa ini Erikson bertemu dengan
Henry Murray dan Kurt Lewin yang keduanya adalah seorang psikolog. Ia juga
bertemu dengan beberapa antropolog, yaitu Ruth Benedict, Margaret Mead, dan
Gregory Beteson. Para psikolog dan antropolog ini mempengaruhi perkembangan
teori Erikson.
Kemudian, Erikson mengajar di Yale
University. Ia melakukan studi tentang kehidupan modern suku Lakota dan Yurok.
Studi inilah yang kemudian mengangkat nama Erikson.
Pada tahun 1950, ia menulis
Childhood and Society yang berisi kesimpulan penelitiannya tentang penduduk
asli Amerika, analisis tentang Maxim Gorky dan Adolph Hitler, dan beberapa
ringkasan teori Freudian. Erikson menghabiskan waktu bekerja dan mengajar di
sebuah klinik di Massacchussets selama 10 tahun dan 10 tahun kemudian ia
kembali ke Harvard. Meskipun ia telah pensiun pada tahun 1970 ia tetap menulis
serta melakukan penelitian bersama istrinya. Kemudian Erikson meninggal di Harwich,
Amerika Serikat pada 12 Mei 1994 saat ia berusia 91 tahun.
B.DEFINISI KEPRIBADIAN MENURUT ERIKSON
Erikson membagi perkembangan
kepribadian menjadi delapan tahap psikososial. . Perbedaan utama antara
teori-teori mereka adalah bahwa Erikson menekankan korelasi psikososial,
sedangkan Freud berfokus pada faktor biologis .Karena
teori Erikson memilki kemiripan dengan teori Freud, Erikson dikatakan sebagai
Neofreudian.
Erikson
membentuk teori kepribadiannya berdasar pada pengalaman pribadinya mengenai
pertumbuhan egonya. Seperti yang dikatakan sebelumnya, teori Erikson memilki
kesesuaian dengan pandangan Sigmund Freud dalam teorinya. Namun, Erikson
menambahkan beberapa point tentang teorinya :
Teorinya mengembangkan delapan tahap
psikososial yang mencakup seluruh rentang kehidupan.
Erikson meneliti perkembangan identitas
Erikson mengembangkan metode yang
berbeda dari setting psikoanalitik.
Teori
kepribadian yang dikemukakan oleh Erikson menyatakan adanya tahap-tahap
perkembangan psikososial yang pada umumnya dihadapkan dengan konflik sosial
yang konflik ini akan mempengaruhi
perkembangan kepribadian individu. Pengertian kepribadian menurut Erikson menyatakan
bahwa tahap-tahap kehidupan seorang manusia sejak lahir hingga meninggal
dibentuk oleh pengaruh-pengaruh interaksi sosial yang menjadikan seseorang
matang secara fisik dan psikologis.
Selain
itu, jika Freud menyatakan bahwa keseimbangan antara id, ego, dan superego yang
membentuk kepribadian, Erikson lebih menekankan pada interaksi individu dengan
lingkungan sosialnya dalam pembentukan kepribadian, serta peran ego lah yang
berperan dalam lingkungan sosial tersebut. Menurut Erikson, ego tidak hanya
berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan tetapi juga mampu menemukan
solusi-solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapinya. Ia juga menyatakan bahwa
perkembangan ego merupakan asumsi mengenai perkembangan manusia.
Ego
Kreatif
Erikson menggambarkan adanya
sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi
dan kemauan, kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan
cinta, generativitas dan pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat
menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego
bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id, superego dan dibentuk oleh
konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson:
v Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan
metoda yang dapat diverifikasi dengan metode kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil
interaksi dengan lingkungan.
v Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan
kenyataan (sens of reality) yang menggabungkan hal yang praktis dan konkret dengan pandangan semesta, mirip dengan prinsip realita dari Freud.
v Aktualitas
adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat hubungan
untuk mencapai tujuan bersama.
Pada
dasarnya Erikson tidak menentang apa yang dinyatakan oleh Sigmund Freud bahwa
struktur kepribadian terdiri dari ID, EGO, SUPEREGO. Akan tetapi Erikson
mengulas lebih dalam mengenai EGO, Menurut Erikson, ego sebagian bersifat tak
sadar, mengorganisir dan mensitesa pengalaman sekarang
dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan datang.
Ia menyatakan bahwa ketiga aspek EGO ialah saling berhubungan. Ketiga aspek
tersebut, yakni:
body ego (pengalaman orang dengan tubuhnya)
ego ideal (mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu
yang bersifat ideal)
ego identity
(gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial)
Teori Ego dari Erikson memandang bahwa perkembangan
kepribadian mengikuti prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai
perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus
memberi stimulasi yang khusus. Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan
ibu
dan anak menjadi bagian penting
dari perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id
dan ego dalam bentuk usaha
memuaskan kebutuhan id oleh ego.
CIRI KHAS PSIKOLOGI EGO ERIKSON
- Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasakan ego yang sehat.
- Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan konsep epigenetik kepribadian.
- Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari id, membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sistem kerja id.
- Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan yang berkelanjutan pada diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang.
D.PROSES KEPRIBADIAN TEORI ERICKSON
Erik
. H. Erickson menanamkan gagasan baru dalam teori Psikoanalisa . Erickson telah memperluas
sruktur Psikoanalisa dan telah memperbaharui prinsip dasarnya
dengan sebuah temuan baru dan merubah konsepnya .
Erikson menyatankan bahwa perkembangan manusia melibatkan serangkaian konflik dengan yang setiap orang harus diatasi .Ketika konflik pada setiap tahap tidak diselesaikan,
kita cenderung
tidak dapat beradaptasi dengan tahap berikutnya. Namun, meskipun akan lebih sulit dicapai, hasil yang bagus masih bisa tercapai.
Erickson dan beberapa Tokoh mempercayai bahwa , keputusan yang baik lebih
dipengaruhi oleh Ego daripada Id dan Superego. Erikson percaya bahwa ego harus menggabungkan kedua cara maladaptif dan adaptif menghadapi masalah.
Misalnya, dalam tahap pertama perekembangan psikososial, kita dapat menanggapi krisis dengan mengembangkan rasa kepercayaan atau rasa ketidakpercayaan.
Trust, cara
yang lebih adaptif dan diinginkan untuk mengatasi, jelas sikap psikologis sehat. Namun masing-masing kita harus mengembangkan sedikit ketidakpercayaan sebagai bentuk perlindungan. Jika kita benar-benar percaya dan mudah tertipu,
kita akan rentan
terhadap orang
lain yang berupaya untuk menipu, menyesatkan, atau memanipulasi kita.
Erickson
melihat juga adanya kerentanan, kegoyahan , dan efek yang fatal di dalam Ego
dan ia sangat peka terhadap semua efek – efek tersebut , namun Erickson
memandang Ego sebagai sesuatu yang dipelajari dan kreatif dan seperti telah memiliki anatomi atau struktur. Ego
tidak selamanya menjadi penghambat , tetapi juga bisa menjadi dorongan dan
dukungan bagi seorang individu.
Terdapat
juga perbedaan teori antara Erikson dengan Sigmund Freud :
- Freud menekankan bahwa kepribadian pada dasarnya dibentuk pada anak-anak usia 5 tahun, sedangkan Erikson menekankan bahwa kepribadian berlanjut terus dan berkembang pada tahap-tahap sepanjang rentang kehidupan.
- Freud menekankan kepribadian pada id, sedangkan Erikson menekankan kepribadian pada ego.
- Freud kurang menekankan kepribadian pada pengaruh sosial sedangkan Erikson mengakui adanya pengaruh budaya sosial dan sejarah dalam perkembangan kepribadian. Erikson mengatakan bahwa kita tidak diatur seutuhnya oleh kekuatan biologis yang bekerja pada masa kanak-kanak. Walaupun faktor biologis penting tetapi itu tidak memberikan penjelasan yang lengkap pada perkembangan kepribadian.
Jika dilihat dari motifnya Erickson lebih menekankan
teori kepribadian pada motif pengembangan diri atau self –actualization .
Dimana teori yang dikembangkan Erickson lebih kepada proses menuju kematangan
seseorang dalam kepribadian yang dipengaruhi oleh Ego yang berkembangan
sepanjang perjalanan hidup kita.
E. TAHAPAN PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
Erickson
membagi perkembangan kepribadian dalam delapan tahapan psikososial. Bagi
Erickson, proses perkembangan diatur oleh prinsip epigenetik dari maturasi (
epigenetic principle of maturation), dimana maksudnya adalah tahapan-tahapan
perkembangan ditentukan faktor keturunan.
Setiap delapan
tahapan perkembangan mempunyai krisis tersendiri atau titik balik yang
mengharuskan beberapa perubahan dalam perilaku dan kepribadian kita. Kita
dihadapkan dengan pilihan antara 2 cara dalam merespon krisis : sebuah
maladaptif atau cara negatif dan adaptif atau cara positif.
Berikut
ini tabel delapan tahapan perkembangan psikososial Erikson.
Perkiraan Umur (Approximate Ages)
|
Tahapan Psikoseksual
|
Krisis Psikososial
|
Kekuatan Dasar
|
0-1 thn (Infancy)
|
Oral-sensoris
|
Trust Vs Mistrust
|
Harapan
|
1-3 thn (Masa kanak-kanak awal
|
Muscular Anal
|
Autonomy Vs Shame
and Doubt
|
Kemauan
|
3-6 thn (Usia Bermain)
|
Infantile Genital
Locomotor
|
Initative Vs
Guilty
|
Tujuan
|
6-12 thn (Usia sekolah)
|
Latency
|
Industry Vs
Inferiority
|
Kompeten
|
12-20 thn (Adolescence)
|
Puberty
|
Identity Vs
Identity Confussion
|
Kesetiaan
|
20-30 thn (Dewasa Dini)
|
Genitality
|
Intimacy Vs
Isolation
|
Cinta
|
30-65 thn (Dewasa)
|
|
Generativity Vs
Stagnation
|
Kepedulian
|
65+ thn (Usia lanjut)
|
|
Integrity Vs
Despair
|
Kebijaksanaan
|
1.
Masa
Bayi
Masa bayi adalah masa pembentukan,
dimana bayi “menerima” bukan hanya melalui mulut, namun juga melalui organ
indra yang lain. Sebagaimana mereka menerima makanan dan informasi sensori, bayi belajar untuk
memercayai ataupu tidak memercayai dunia luar, keadaan yang memberikan harapan
tidak nyata.
Aspek
psikoseksual : Gaya Sensori Oral
Tahapan ini ditandai oleh dua gaya
pembentukan – memperoleh dan menerima apa yang diberikan.Bayi dapat memperoleh
walaupun tanpa keberadaan orang lain. Mereka dapat memperoleh udara melalui
paru-paru. Akan tetapi, gaya pembentukan yang kedua menyiratkan konteks
sosisal. Untuk membuat orang lain memberi, mereka harus belajar untuk
memercayai atau tidak memercayai orang lain.Hal ini membangun krisis
psikososial dasar yaitu Trust vs Mistrust.
Krisis
psikososial : Percaya vs Tidak Percaya
Setahun pertama kehidupan, bayi
menghabiskan banyak waktunya dengan makan, mengeluarkan kotoran, dan tidur.
Hubungan antara bayi dan dunianya semata-mata bukan biologis. Hubungan sosial yang
mendominasi. Interaksi antara bayi dan ibunya menentukan apakah bayi memandang
dunianya dengan sikap percaya atau tidak percaya (trust vs mistrust).
Jika ibunya merespon bayi dan
memberikan kasih sayang, cinta, keamanan , maka kemudian bayi akan mengembangkan
rasa percaya. Di lain hal, jika ibunya menolak, tidak perhatian, atau tidak
konsisten dalam menjaga bayinya, maka bayi akan mengembangkan sebuah sikap
ketidakpercayaan dan akan menjadi kecuriga, ketakutan, dan kecemasan.
Meskipun pola percaya vs tidak
percaya sebagai dimensi kepribadian dalam masa bayi, masalah akan kembali
muncul dalam tahapan selanjutnya. Sebagai contoh, seorang ibu dari bayi akan
menghasilkan hubungan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, namun rasa
percaya ini akan rusak jika ibunya meninggal dunia. Pada kejadian ini, maka
rasa ketidakpercayaan akan mengambil alih. Ketidakpercayaan di masa kecil dapat
diubah melalui cinta dalam persahabatan , dan kesabaran guru atau teman.
Virtue :
Harapan
Harapan
muncul dari konflik antara rasa percaya dan rasa tidak percaya. Jika
bayi mengalami pengalaman yang tidak enak, bayi belajar untuk berharap bahwa
gangguan mereka di masa depan akan diakhiri oleh hasil yang memuaskan.
Apabila bayi tidak mengembangkan harapan
yang cukup pada masa ini, maka mereka akan menampilkan lawan dari harapan
–penarikan diri. Dengan hanya sedikit harapan, mereka akan menarik diri dari
dunia luar dan memulai perjalanan menuju gangguan psikologis yang serius.
2.
Masa
Kanak – kanak Awal
Freud berpendapat bahwa anus sebagai
zona yang paling memberikan kepuasan seksual bila tersentuh (erogeneous) selama
periode ini dan selama fase anak-sadsitis awal, anak-anak mendapat kesenangan
dengan menghancurkan atau menghilangkan obyek dan nantinya mereka mendapat
kesenangan dengan buang air besar.
Erickson berpandangan lebih luas.
Baginya, anak-anak mendapat kesenangan bukan hanya karena menguasai otot
sirkular yang dapat berkotraksi, tetapi
juga menguasai fungsi tubuh lainnya, seperti buang air kecil, jalan, memegang,
dan seterusnya.
Aspek
psikoseksual : Otot Uretral-anal
Pada masa ini, anak belajar untuk
mengendalikan tubuh mereka, khusunya berkaitan dengan kebersihan dan
pergerakan. Masa kanak-kanak awal tidak hanya belajar toilet training tetapi
juga belajar berjalan, berpegangan dengan mainan, dan lain-lain.Mereka senang
menahan feses mereka , mereka jugan senang mengumpulkan barang dan tiba-tiba
menghancurkannya.
Kanak-kanak awal adalah masanya
kontradiksi , masa pemberontakan yang bersikeras dan kepatuhan yang lembut, masa
pengungkapan diri yang impulsif dan penyimpangan yang kompulsif.
Krisis
Psikososial : Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu
Selama 2 tahun atau3 tahun
kehidupan , anak-anak akan berkembang dengan cepat dari segi kemampuan fisik
dan kemampuan mental dan dapat melakukan banyak hal untuk dirinya sendiri.
Permulaannya adalah berkomunikasi lebih efektif, berjalan, memanjat, menarik,
mendorong, memengang objek atau melepaskannya. Anak-anak merasa bangga dengan
perkembangan kemampuan ini dan akan melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya.
Poin penting dalam tahapan ini
adalah anak-anak dapat menggerakkan badan dan melakukan otonomi. Perselisihan
besar terjadi antara orang tua dan anak pada tahap yang melibatkan toilet
training. Seorang anak akan diajarkan untuk menahan dan pergi ke tempat yang
tepat . Orang tua akan mengizinkan anak memulai toilet training dengan caranya
sendiri, atau orang tua merasa terganggu dan merebut kebebasan anak dengan
memaksa training tersebut dan menunjukkan ketidaksabaran dan kemarahan ketika
anak tidak melakukannya dengan benar.
Ketika orang tua merintangi dan
menggagalkan usaha anak untuk melakukan otonomi , anak akan mengembangkan
perasaan ragu dan malu.
Virtue :
Keinginan
Kekuatan dasar akan keinginan dan
kemauan berkemabang dari resolusi krisis otonomi vs rasa malu dan ragu.
Kekuatan keinginan yang matang dan ukuran signifikan kehendak bebas tertahan
hingga tahapan perkembangan selanjutnya, namun mereka berasal dari keinginan
awal yang timbul pada masa kanak-kanak awal.
Anak-anak hanya akan berkembang jika
lingkungan mereka membiarkan mereka memilki pengungkapan diri dalam kendali
otot sphincter dan otot lain-lain. Ketika pengalaman mereka mengakibatkan rasa
malu dan ragu yang terlalu besar, anak-anak tidak mampu mengembangkan kekuatan dasar
ini.
3.
Usia
Bermain
Aspek
psikoseksual : Lokomotir-Genital
Erikson melihat situasi Oedipal sebagai
prototipe “kekuatan seumur hidup akan keriangan manusia”. Dengan kata lain,
Oedipus conplex adalah drama yang dimainkan dalam imajinasi anak-anak mencakup
pengertian yang dimulai meningkat akan konsep dasar, seperti reprodusi,
pertumbuhan, masa depan, dan kematian.
Ketertarikan anak-anak usia bermain akan
aktivitas genital diiringi dengan meningkatnya sarana daya gerak mereka. Mereka
sekarang dengan mudahnya bergerak, berlari, melompat dan permainan mereka
menunjukkan inisiatif serta imajinatif.
Krisis
psikososial : Inisiatif Vs Rasa Bersalah
Tahapan ketiga dari perkembangan
psikososial, tahapan locomotor-genotal, muncul pada umur antara 3-5 thn dan
analogi dengan pada tahapan phallic dari sistemnya Freud. Anak-anak
berkeinginan untuk mengambil inisiatif di segala aktifitas. Insiatif dalam
bentuk fantasi juga tumbuh dan ini dimanifestasikan dalam keinginan anak untuk
mempunyai orang tua yang berlawanan jenis kelamin dan merasa rival terhadap
orang tua dengan jenis kelamin yang sama. Jika orang tua menghukum anak maka
anak akan mengembangkan perasaan bersalah . Apabila rasa bersalah adalah elemen
dominan, anak bisa menjadi bermoral dengan terpaksa atau terlalu terkekang.
Virtue :
Tujuan
Anak-anak sekarang bermain dengan
tujuan, bersaing dalam permainan dengan tujuan menang atau mencapai puncak.
Mereka menentukan sasaran dan mengejar sasaran itu dengan tujuan. Usia bermain
juga merupakan tahpan dimana anak-anak mengembangkan hati nurani dan mulai
meletakkan benar dan salah pada tingkah laku mereka. Hati nurani di masa muda
ini menjadi landasan akan moralitas.
4.
Usia
Sekolah
Aspek
psikoseksual : Latensi
Latensi seksual penting karena
memungkinkan anak-anak mengalihkan energi mereka untuk mempelajari teknologi
kultur mereka dan startegi akan interksi sosial mereka.
Krisis
Psikososial : Industri vs Rasa Rendah Diri
Pada tahapan ini, anak mulai
memasuki sekolah dan membuka pengaruh sosial baru. Krisis psikososial pada
tahapan ini adalah industri vs rasa rendah diri. Industri, kualitas yang
berarti kesungguhan, kemauan untuk tetap sibuk akan sesuatu, dan untuk
menyelesaikan sebuah pekerjaan. Anak-anak usia sekolah belajar untuk bekerja
dan bermain pada aktivitas yang diarahkan agar memperoleh kemampuan bekerja dan
mempelajari aturan dalam bekerja sama.
Sebagaimana anak belajar untuk
melakukan sesuatu dengan baik, mereka mengembangkan rasa industri. Akan tetapi,
jika pekerjaan mereka tidak cukup baik untuk mencapai sasaran, maka mereka
merasa rendah diri.
Rasio antara industri dan rasa
rendah diri harus condong pada industri, namun rasa rendah diri tidak perlu
dihindari. Seperti yang dikatakan oleh Alfred Adler, rasa rendah diri dapat
bekerja sebagai pendorong seseorang untuk melakukan yang terbaik. Sebaliknya,
rasa rendah diri yang berlebihan dapat menghalangi aktivitas produktif dan
menghambat rasa kompetensi seseorang.
Virtue :
Kompetensi
Kekuatan dasar kompetensi adalah rasa
percaya diri untuk menggunakan kemampuan fisik dan kognitif dalam menyelesaikan
masalah yang mengiringi usia sekolah. Kompetensi diberikan landasan untuk
partisipasi kooperatif dalam kehidupan dewasa yang produktif.
- Adolensen
Pada tahap adolensen ini, krisis
antara identitas dengan kekacauan identitas mencapai puncaknya. Disini juga
muncul kesetiaan (fidelity) sebagai
virtue dari adolensen. Mereka mencoba-coba peran baru sambil terus berusaha
menemukan identitas ego yang mantap.
Aspek Psikoseksual : Pubertas
Pubertas (puberty) adalah tahap kemasakan seksual. Menurut Erikson penting
karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang.
Krisis Psikososial : Identitas vs Kekacauan Identitas
Pencarian identitas ego mencapai
puncaknya. Menurut Erikson identitas muncul 2 sumber; 1.) penegasan/penghapusan
identitas masa kanak-kanak , dan 2.) sejarah yang berkaitan dengan kesediaan
menerima standar tertentu.
Identitas bisa positif dan
negatif. Yang positif adalah keputusan mengenai akan menjadi apa dan apa yang
mereka yakini. Kebalikannya, identitas negatif adalah apa yang mereka tidak
ingin menjadi seperti itu dan apa yang mereka tolak.
Kekacauan identitas adalah
sindrom masalah-masalah yang bisa dikatakan terjadi karena identitas negatif
yang meliputi; terbaginya gambaran diri, ketidakmampuan membina persahabatan
yang akbrab,dll. Psychososial moratorium =
waktu tertundanya peran dewasa, karena remaja itu pindah dari satu keyakinan ke
keyakinan yang lain.
Virtue : Kesetiaan
Kekuatan dasar yang muncul dari
krisis identitas pada tahap adolensen adalah kesetiaan (fidelity). Sisi patologis dari kesetiaan adalah penolakan (repudiation), menjadi bentuk yang
malu-malu (diffedence) atau
penyimpangan (deviance). Difiden
adalah keadaan ekstrim tidak percaya diri, sementara devian adalah memberontak
kepada otoritas secara terbuka.
- Dewasa Awal
Tugas pada tahap dewasa awal
hanya sesudah orang mengembangkan perasaan yang mantap siapa dan apa yang
diinginkannya maka mereka dapat mengembangkan tingkat kebaikan cinta (love). Tahap ini ditandai dengan
perolehan keintiman (intimacy) pada
awal periode dan perkembangan berketurunan (generativity)
pada akhir periode.
Aspek Psikoseksual : Perkelaminan
Disebut perkelaminan (genitality). Aktivitas seksual selama
tahap adolensen adalah ekspresi pencarian identitas yang biasanya dipuaskan
sendiri. Ditandai dengan saling percaya dan berbagi kepuasan seksual secara
permanen dengan orang yang dicintai.
Krisis Psikososial : Keakraban vs Isolasi
Keakraban (intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas tanpa
ketakutan kehilangan identitas diri itu. Karena intimasi hanya dapat dilakukan
sesudah orang membentuk ego yang stabil. Intimasi yang masak adalah kemampuan
dan kemauan untuk saling percaya. Sementara isolasi adalah ketidakmampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain melalui berbagai intimasi sebenarnya. Intimasi
yang berlebihan bisa mengjilangkan identitas ego. Orang tetap membutuhkan
isolasi dalam kadar yang cukup sebelum dapat mencapai kemasakan cinta.
Virtue : Cinta
Cinta adalah kesetiaan yang
masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Kebalikan
dari cinta adalah kesendirian (exclusivity).
Sedikit ekslusif dibutuhkan dalam intumasi, yakni bahwa orang harus bisa
menolak orang tertentu, untuk mengembangkan perasaan identitas diri yang kuat.
Kesendirian menjadi patologis kalau kekuatannya sampai menghalangi kemampuan
kerja sama.
- Dewasa
Tahaap ini menjadi tahap yang
paling panjang, sekitar 30 tahun.
Aspek Psikoseksual : Prokreativita
Menurut Erikson, manusia
memiliki insting untuk mempertahankan jenisnya yang disebut prokreativita (procreativity).
Krisis Psikososial : Generativita vs Stagnasi
Kualita sintonik tahap dewasa
adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta produk dan ide baru.
Antitesis dari generativa adalah stagnasi. Siklus generativa dari produktivitas
bakal lumpuh kalau orang terlalu mementingkan diri sendiri, dan perkembangan
menjadi mandeg, stagnasi. Sesekali dia perlu berhenti, diam, menyerap hasil
kreativitas orang lain.
Virtue : Keperdulian
Keperdulian (care) adalah perluasan suatu komitmen
untuk merawat orang lain. Care bukan
suatu tugas atau kewajiban, tetapi keinginan yang muncul serta alami dari
konflik antara generativita dengan stagnasi. Lawan dari keperdulian adalah
penolakan (rejectivity), yang
diwujudkan dalam bentuk mementingkan diri sendiri, atau pseudospeciation, yakni keyakinan bahwa orang atau kelompok lain
adalah jenis manusia yang lebih inferior dibanding diri/kelompoknya.
- Usia Tua
Aspek Psikoseksual : Generalisasi Sensualitas
Tahap terakhir dati psikoseksual
adalah generalisasi sensualitas (Generalized Sensuality): memperoleh kenikmatan
dari berbagai sensasi fisik,penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan dan
bisa juga stimulasi genital.
Krisis Psikososial: Integritas versus Putus Asa
Banyak terjadi pada krisis
psikososial terakhir ini, kualita distonik “putus asa” yang menang. Integritas
adalah perasaan menyatu dan utuh, kemampuan untuk menyatukan perasaan keakuan,
dan mengurangi kekuatan fisik dan intelektual. Putus asa yang diekspresikan
dalam bentuk kebencian, depresi, menghina orang lain, atau tidak mau menerima
kepastian batas kehidupan. Putus asa ini menjadi lawan dari kualitas distonik
tahap bayi, yakni harapan. Dapat dikatakan konflik antara hape versus despair.
Virtue: Kebijaksanaan (wisdom)
Orang dengan kebijaksanaan yang
matang, tetap mempertahankan integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya
menurun. Antitesis dari kebijaksanaan adalah penghinaan (disdain). Penghinaan
merupakan kelanjutan dari penolakan, sumber patologi dari fase dewasa
F.PSIKOPATOLOGI
Tahap
|
Psikoseksual modus
|
Perkiraan Abad
|
Psikososial krisis
|
Dasar kekuatan
|
Inti patologi
|
Hubungan yang signifikan
|
Masa bayi
|
Oral pernapasan: Sensory-kinestetik
|
Lahir-1 tahun
|
Dasar kepercayaan vs ketidakpercayaan Dasar
|
Berharap
|
Penarikan
|
Yang ibu
|
Awal masa kanak-kanak
|
Anal-uretra-otot
|
1-3 tahun
|
Otonomi vs Shame, keraguan
|
Akan
|
Paksaan
|
orangtua
|
Usia Bermain
|
Infantil kelamin-lokomotor
|
3-5 tahun
|
Inisiatif vs Rasa Bersalah
|
Tujuan
|
Inhibisi
|
keluarga
|
Usia sekolah
|
latency
|
6-11 tahun, untuk pubertas
|
Industri vs Rendah
|
Kompetensi
|
Kelembaman
|
Lingkungan, sekolah
|
|
|
|
|
|
|
|
Masa remaja
|
Masa pubertas
|
12-18 tahun
|
Identifikasi Identifikasi vs kebingungan
|
Kesetiaan
|
Peran repudation
|
Rekan kelompok
|
Dewasa Muda
|
Kemaluan
|
18-35 tahun
|
Keintiman vs Isolasi
|
Mencintai
|
Keeksklusifan
|
Seksual mitra, teman
|
Masa dewasa
|
Procreativity
|
35-55 tahun
|
Generatifity vs Stagnasi
|
Peduli
|
Rejectivity
|
Terbagi tenaga kerja dan rumah tangga bersama
|
Tua
|
Generalisasi model sensual
|
55 + tahun
|
Integritas vs Keputusasaan
|
Kebijaksanaan
|
Penghinaan
|
Semua umat manusia
|
1.
Trust vs Mistrus
Anak yang selalu
percaya, tidak akan pernah mampunyai pemikiran/anggapan bahwa orang lain akan
berbuat jahat dengan kata lain mereka mudah tertipu atau dibohongi. Dan apabila
anak pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang mengarah ketidak percayaan,
mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus-menerus,
hal ini ditandai dengan frustasi, marah, sinis maupun depresi.
- Autonomy vs Shame,doubt (Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu )
Apabila
dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu
sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian(otonomi).
Tanpa ada perasaan malu dan ragu-ragu, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson
sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila
seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik,
karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness. anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu
bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus
dilakukan secara sempurna.
- Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Kesalahan)
Ketika anak memiliki sikap
inisiatif yang berlebihan maka sikap anak akan mengarah pada ketidakpedulian
(ruthlessness). Bila anak mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak
selalu merasa bersalah akan mengalami malignasi yaitu akan sering berdiam diri
(inhibition). Inhibition adalah suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu
usaha untuk melakukan apa-apa sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan
merasa terhindar dari suatu kesalahan.
- Industry vs Inferiority (Kerajinan vs Inferioritas )
Kecenderungan maladaptif akan
tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang menurut
Erikson disebut sebagai keahlian sempit. Jika anak kurang memiliki rasa giat
dan rajin maka akan tercermin malignasi yang disebut dengan kelembaman. Maksud
dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha
pertama, maka jangan mencoba lagi. Jika
anak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau
metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang
sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada
aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain
menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah formalism.
- Identify vs Identify confusion (Identitas vs Kekacauan)
Bila identitas ego lebih kuat
dibandingkan dengan kekacauan identitas maka mereka tidak menyisakan sedikit
ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya,
sifat ini disebut fanatisme, yang menganggap pemikiran maupun jalannya lah yang
paling benar. Sebaliknya jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan
identitas ego, sifat ini disebut pengingkaran dimana mereka akan mencari
identitas di tempat yang menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam
kelompoknya.
6.
Intimacy vs Isolation (Keintiman vs
Isolasi)
Seseorang yang tidak mampu untuk
menjalin relasi dengan orang lain secara baik akan menumbuhkan sikap
terisolasi, Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif dari periode ini
adalah rasa cuek di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka
dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala
bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan
orang yang kita cintai/kekasih sekalipun dan keterkucilkan yaitu kecenderungan
orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan
masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk
dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan. Ritualisasi yang terjadi pada
tahaP ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu
sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang
dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan
sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.
7.
Generatifity vs Stagnation
Maladaptif yang kuat akan
menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak punya waktu untuk
mengurus diri sendiri. Malignasi yang lain adalah penolakan, dimana seseorang
tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya di tengah-tengah
kehidupan kurang mendapat sambutan yang baik.
8.
Integrity vs Despair (Integritas vs
Keputusasaan)
Bila integritas lebih kuat
dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang disebut Erikson
berandai-andai, mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa
tua. Sebaliknya jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan
integritas disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sumpah
serapah dan menyesali kehidupan sendiri
G.ASSESMENT
Erickson mengikuti
jejak Freud yang menuju pada perumusan teoritikal, namun Erickson kurang
menyetujui metode penilaian kepribadian dari Freud.
Erickson meragukan
metode yang berguna dan yang paling aman menurut Freud, yaitu metode
psikoanalisa. Menurut Erickson, menyuru pasien dan menghipnotisnya dapat menuju
pada kekejaman dan pengeksploitasian pasien.
Erikson berpendapat
bahwa, antara pasien dan terapis harus menjalin hubungan yang baik, sehingga
tidak terjadinya perbedaan antara pasien dengan terapis. Dalam mengembangkan
teori personalitynya, Erickson mengandalkan data-data penting yang terdiri dari
tiga metode, yaitu terapi, studi antropologikal, dan analisis psikohistorikal.
1. Terapi
Terapi
ini digunakan untuk mengamati anak yang mengalami gangguan emosional dan untuk
meneliti anak-anak normal dan remaja.
2. Studi
Antropologikal
Erickson
meneliti penduduk asli di amerika dengan hidup dengan mereka dan mengobservasi
mereka. Erickson mencatat hasil interviewnya dan kebiasaan penduduk asli
amerika, terutama pada anak yang mengalami keterbelakangan.
3. Analisis
Psikohistorikal
Analisis
Psikohistorikal merupakan assessment yang paling unik, karena merupakan studi
biografi Erickson tentang teori personalitinya yang berfokuskan kepada krisis
dalam perkembangan, peristiwa yang menggambarkan motif utama dari kehidupan,
dan menggabungkan masa lalu dengan masi kini dan masa depan.
Walaupun Erickson tidak
menggunakan test psikologi untuk menaksirkan kepribadian, namun bebrapa alat
ukur yang berdasarkan teorinya telah dikembangkan, seperti Ego-Identity yang di desain untuk mengukur perkembangan ego
identity pada remaja.
H.PENELITIAN DALAM TEORI ERICKSON
Metode
utama pada penelitian Erickson adalah studi kasus. Kelemahan-kelemahan dari
studi kasus ini adalah susah untuk di dupikasikan dan membuktikan kasus
penting, Namun selain kelemahan-kelemahan tersebut studi kasus mempunyai
berbagai informasi penting
yang di dapatkan melalui teknik ini. Erickson juga membuktikan bahwa dari
sejarah studi kasus menghasilkan bebarapa pemahaman tentang perkembangan
personality yang dapat memecahkan permasalahan pasien.
Erickson
melakukan penelitian berdasarkan beberapa aspek dari teorinya melalui terapi
yang dia sebut sebagai play construction.
Play construction merupakan teknik untuk mengukur personality anak, yang
dianalsia melalui bagaimana anak tersebut berinteraksi dengan mainan yang
diberikan kepadanya.
Erickson
yang menganut beberapa teori Freud, menggambarkan play construction ini dengan
metode psikoanalisa. Ercikson kurang setuju dengan beberapa pandangan tersebut,
yakni wanita merupakan korban dari anatomi mereka yang menyebabkan personality
mereka dipengaruhi oleh ketidakaadanya penis. Erikson mengakui bahwa perbedaan dalam
play construction juga disebabkan karena perbedaan gender dalam mentraining,
dimana pada anak laki-laki lebih diorientasikan kepada sikap yang lebih keras,
agresifitas dan pencapaian sesuatu dari pada anak perempuan. Ternyata dari
beberapa kasus yang dilakukan pada anak umur 2 dan 5 tahun, hasilnya tidak
seperti yang dikemukakan oleh Erickson.
Peneliti
lain telah menaruh perhatian kepada test tahap perkembangan pada psikososial.
Penelitian ini diuji pada anak-anak usia 4,8, dan 11. Anak-anak tersebut disuruh
untuk membuat cerita berdasarkan gambar yang dilihat mereka.dari cerita ini.
Peneliti menganalisa cerita yang disimpulkan anak tersebut dan mengambiul
kesimpulan pada tahap psikososial manakah anak tersebut sekarang.
Analisis
psikohistorikal melalui diari, surat dan novel dari seorang penulis wanita
mulai dari umur 21 tahun menunjukkan bahwa adanya kepedulian terhadap
identitas, perubahan, dan kepedulian terhadap keakraban dengan sesama dan
produktifitas. Perubahan-perubahan tersebut termasuk dalam teori perkembangan
Erickson.
Dengan
menggunakan skala Ego-Identity, peneliti mencoba teori Erikson apakah baik atau
kurang baik dalam mengidentifikasi orangtua yang bergender sama dapat
mengganggu ego identity remaja. Hasil yang diperoleh melalui skala ego-identity
dengan tes identifikasi maternal menunjukkan adanya hubungan antara kelompok
mahasiswi tingkat pertama dan mahasiswi
tingkat kedua. Hal tersebut mendukung perkiraan Erickson, dari tes tersebut
juga ditemukan bahwa mahasiswi yang kesulitan dalam mengatasi permasalahan /
ego-identitinya cenderung akan memiliki permasalahan seperti kecanduan alcohol.
Penelitian lain menunjukkan bahwa
hubungan keluarga yang aman pada masa remaja terpesona pengembangan identitas
diri. ditemukan bahwa kehangatan orangtua dan otonomi adalah prediktor dari
lingkungan keluarga yang stabil, yang, pada gilirannya, mempromosikan
pengembangan identitas.(Kamptner, 1998)
Psikolog menguji keyakinan erikson, yaitu
hasil positif dalam menyelesaikan krisis identitas terkait dengan hasil positif
pada tahap perkembangan sebelumnya. (Waterman, Buebel, & Waterman, 1970)
Program penelitian yang luas pada tahap
perkembangan remaja mengidentifikasi lima jenis psikologis, atau status, untuk
periodenya (Marcia, 1966, 1980): mengidentifikasi prestasi, penundaan,
penyitaan prestasi, difusi identitas, dan terasing. Mengidentifikasi prestasi
menggambarkan remaja yang berkomitmen untuk pilihan kerja dan ideologis dan
yang telah mengembangkan identitas ego yang kuat.
Penundaan,
kedudukan kedua dalam perkembangan remaja menjelaskan remaja yang masih
menjalani krisis identitas mereka. Pekerjaan dan ideologi mereka masih
samar-samar. Perilaku mereka berkisar dari ragu-ragu dan akhirnya bertindak dan
berkreasi. (Bluestin,Devenis, & Kidney, 1989; Podd, Marcia & Rubin,
1968)
Penyitaan,
menjelaskan remaja yang belum mengalami krisis identitas, tapi remaja yang
dengan tegas berkomitmen dengan sebuah pekerjaan dan ideologi. Remaja ini
cenderung kaku dan otoriter dan mengalami kesulitan dalam perubahan situasi (Marcia,
1967).
Tahap
kelima, pengasingan prestasi, menjelaskan remaja yang telah mengalami krisis
identitas, tidak punya komitmen kerja, dan memeluk ideologi yang mengecam
sistem ekonomi dan politik (Marcia & Friedman, 1970; Orlofsky, Marcia &
Lesser, 1973).
Empat
dari kedudukan ini, dalam kedudukan sebagai berikut. Penyamaran identitas,
penyitaan, penundaan, dan pencapaian identitas, menggambarkan resolusi
kesuksesan dari masalah identitas. Dalam masa kognitif dan emosi,pencapaian
prestasi dan tipe penundaan berfungsi lebih baik daripada penyitaan dan
penyamaran identitas.
Menerapkan
teknik Alfred Alder dari ingatan awal, seorang psikolog menemukan bahwa wanita
di perguruan tinggi diidentifikasi dalam status penundaan menunjukkan ego dan
struktur karakter yang lebih kuat dibandingkan dalam status penyitaan.
Beberapa
peneliti kepribadian berfokus pada pertanyaan, kapan krisis identitas muncul.
Erikson menunjukkan bahwa itu dimulai saat masa remaja selesai, dengan satu
cara atau lainnya, kira-kira pada umur
18 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa krisis identitas tidak akan mucul sampai
tingkat remaja akhir. Dalam suatu kasus, sampai dengan 30% subyek mencari identitas dirinya sampai umur
24 tahun (Archer, 1982).
Kehadiran
perguruan tinggu dapat memperlambat resolusi dari krisis identitas dan
memperpanjang masa dimana para dewasa muda mencoba dengan peran dan ideologi
barunya. Saat mahasiswa dibandingkan dengan orang seumurannya yang sudah
bekerja, ditemukan bahwa yang sudah bekerja telah mendapat identitas egonya di
usia yang lebih awal daripada yang masih belajar.
Erikson
menekankan pentingnya
kita mengembangkan rasa kepercayaan awal jika kita ingin mencapai perasaan
keamanan dan kesejahteraan di kemudian hari.
Pembelajaran
dari bayi yang berumur antara 12-18 bulan menunjukkan bahwa seorang yang
mempunyai ikatan emosi yang kuat dengan ibunya (dan diduga kepercayaannya
tinggi) berfungsi, saat diobservasi 3 tahun kemudian, di level sosial dan emosi
yang lebih tinggi dari anak seumurannya dimana ikatan dengan ibunya lebih tidak
aman. Anak yang rasa kepercayaannya dikembangkan dengan baik juga akan lebih
penasaran, ramah, dan populer; lebih suka dijadikan pemimpin dalam permainan,
dan lebih sensitif pada perasaan dan keperluan orang lain, dibanding dengan
yang rasa percayanya rendah, mereka juga tidak begitu semangat dalam mencapai
tujuannya.
Penelitian
dalam tahap kedewasaan dari pengembangan psikososial menunjukkan generativitas
di usia pertengahan berhubungan positif dengan kekuatan dan keintiman motivasi.
Demikian, sesuai dengan prediksi teori Erikson, generativitas membangkitkan
keinginan untuk lebih dekat dengan orang lain dan untuk merasakan relasi yang
kuat kepada mereka.
Generativitas
di usia pertengahan mucul dan terkait secara signifikan untuk mempunyai kehangatan
dan kasih sayang orang tua di masa kecil. Peneliti menunjukkan bahwa mereka
menemukan pentingnya kedua orang tua dalam pembentukan emosi anaknya.
Erikson
menulis bahwa manusia dalam kedewasaan dan tahap usia-akhir dari perkembangan
psikososial menghabiskan waktu mengingat dan memeriksa seluruh masa hidupnya,
menerima atau menyesali pilihan di masa lalunya. Sebuah penelitian menggunakkan
49 psikolog sebagai subyek menemukan bahwa ingatan merek kebanyak dari masa
kuliah dan masa dewasa awal, periode yang melibatkan begitu banyak keputusan
kritis yang mempengaruhi perjalanan hidup mereka.
Sebuah
Penjelasan Akhir
Pengaruh
Erikson telah sangat diakui baik dari para profesional dan lingkaran terkenal.
Majalah Time menyebutnya sebagai
‘psikoanalisis paling berpengaruh’ (March 17, 1975). Psychology Today menjulukinya sebagai ‘dekan’ dari psikoanalisis.
“pahlawan intelektual asli”
Bidang dari psikologi
perkembangan rentang hidup, seperti yang telah terlihat atas peningkatan yang
begitu besar dalam penelitian dan teori di beberapa tahun ini, berhutang banyak
pada dorongan dari tekanan Erikson dari perkembangan kepribadian di seluruh
hidupnya. Perhatian di masalah perkembangan usia-pertengahan dan usia-lanjut
juga termasuk perkembangan dari penelitian Erikson.
Metode
Erison dari terapi permainan adalah diagnosa standart dan alat pengobatan dalam
bekerja dengan gangguan emosional dan penyalahgunaan anak. Contohnya anak yang
tidak dapat menjelaskan kekerasan seksual dapat menunjukkan perasaannya lewat
bermain boneka yang mencerminkan dirinya dan sang pelaku kekerasan.
Selain
dengan kontibusinya di psikologi, sistem Erikson juga tidak luput dari kritik.
Erikson menerima keabsahan tuduhan ini dan menyalahkan mereka pada temperamen
artistik dan kurangnya pelatihan formal dalam ilmu.
Beberapa
kritik menuduh bahwa teori kepribadian Erikson tidak berlaku pada masyarakat
yang ekonominya rendah yang tidak bisa melalui masa penyitaan yang bertujuan
untuk menjalani peran berbeda dan identitas egonya.Mereka menunjukkan bahwa masa
ini adalah masa mewah yang hanya tersedia bagi orang yang bisa masuk perguruan
tinggi atau berpertualang dan mencari identitasnya melalui pengalaman baru.
Erikson
tidak begitu tertarik dalam menanggapi kritik atau membela pemahamannya. Dia
menyadari bahwa ada begitu banyak cara untuk menjelasakan perkembangan
kepribadian, tergantung perspektif seseorang, dan tidak satu paham pun memadai.
Pengaruhnya berlanjut untuk berkembang lewat bukunya dan lewat kerja generasi
sukses dari psikolog, psikiater, gutu dan konselor yang melihat idenya sebagai
cara yang berguna untuk menjelaskan perkembangan kepribadian dari bayi sampai
tua.
I. KOMENTAR KELOMPOK
Kelompok Ganjil
Menurut kelompok
kami, teori perkembangan kepribadian Erik Erikson lebih menjelaskan proses
perkembangan kepribadian manusia secara keseluruhan.
Kami
juga setuju dengan teori Erikson yang mengatakan bahwa perkembangan kepribadian
kita tidak diatur seutuhnya oleh kekuatan biologis yang
bekerja pada masa kanak-kanak. Walaupun faktor biologis penting tetapi itu tidak memberikan penjelasan yang lengkap pada
perkembangan kepribadian.
Pendapat
kelompok kami untuk tugas kepribadian ini adalah tugas ini membantu kami dalam
memahami teori yang dikemukakan oleh Erikson. Dalam mengerjakan tugas ini kami
juga mengalami kesulitan, yaitu menyatukan topik-topik pembahasan karena kami
mendapatkannya dari berbagai sumber. Selain itu, kami juga sulit untuk
berdiskusi karena jadwal kuliah yang berbeda dengan kelompok genap.
Daftar
Pustaka
Schultz &Schultz.1994.Theories of
Personality.5 ed.Belmont :Wadswort.
Feist , Jess & Gregory .J.Fiest.2010.Teori Kepribadian.Jakarta : Salemba Humanika
Hall , Lindzay , Loehlin dan Manosevitz.1985.Introduction to Theories to Personality
Alwisol.2009.Psikologi Kepribadian.Malang
: UMM Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar