Jumat, 01 Juni 2012

Menjadi diri sendiri...

     Ketika masih kecil, kita semua memiliki cita-cita. Ada yang ingin jadi insinyur, dokter, guru, tentara dan berbagai cita-cita lainnya. Di masa kanak-kanak tema tentang cita-cita ini sangat sering ditanamkan baik oleh guru, orangtua ataupun sesama teman.
  Apakah ada yang salah dengan cita-cita tersebut? Sebenarnya tidak. Namun ada satu hal yang penting bahwa seringkali seseorang bercita-cita menjadi orang lain. Kita takjub karena kesuksesan seseorang dan ingin seperti dia. Ingin hebat bermain bola seperti Ronaldo, jagoan basket seperti Kobe Bryant atau Shaquille O'Neal, ingin jadi pengusaha sukses seperti Bob Sadino atau menjadi pemimpin seperti Bung Karno. Karena obsesi tersebut, kita berusaha mencetak diri kita seperti orang lain, yang sadar atau tidak sebenarnya bisa jadi melenceng dari diri kita yang sebenarnya.
   Lantas bagaimanakah seharusnya seseorang bercita-cita? Jawaban sederhana menurut saya adalah menjadi diri sendiri, be your self! 
     
    Bolehkah Seseorang Bercita-cita?
   Apakah ada yang salah dengan cita-cita tersebut? Sebenarnya tidak. Namun ada satu hal yang penting bahwa seringkali seseorang bercita-cita menjadi orang lain. Kita takjub karena kesuksesan seseorang dan ingin seperti dia. Ingin hebat bermain bola seperti Ronaldo, jagoan basket seperti Kobe Bryant atau Shaquille O’Neal, ingin jadi pengusaha sukses seperti Bob Sadino atau menjadi pemimpin seperti Bung Karno. Karena obsesi tersebut, kita berusaha mencetak diri kita seperti orang lain, yang sadar atau tidak sebenarnya bisa jadi melenceng dari diri kita yang sebenarnya.
Menjadi Diri Sendiri
Lantas bagaimanakah seharusnya seseorang bercita-cita? Jawaban sederhana menurut saya adalah menjadi diri sendiri, be your self!
Ada sebuah hadis yang sangat luar biasa berbunyi:
      “Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu”
“Barangsiapa mengenal (arif) terhadap jiwa/diri (nafs)-nya, maka sesungguhnya dia akan mengenal (arif) pula terhadap Tuhan-nya, Pemelihara-nya (Rabb).”
   Hadis ini sangat populer di kalangan para sufi dan pengamal Tasawuf meskipun oleh sebagian kalangan dianggap hadis yang lemah.
   Menilik bunyi hadis di atas mengisyaratkan banyak orang tidak mengenal dirinya sendiri. Karena itu orang tersebut sebenarnya juga tidak mengenal Tuhan-nya. Padahal setiap diri manusia adalah unik dan memiliki tugas yang unik pula. Setiap jiwa dimudahkan untuk apa dia diciptakan dan seharusnya ke arah tersebutlah seseorang meluruskan cita-citanya.
   Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
(Al-Qur’an Surat Al-A’raf 7:172)
   Manusia pernah bersaksi di hadapan Tuhan-nya tentang tugasnya sebelum dilahirkan dan diturunkan ke bumi. Tugas dan jati diri itulah yang harus ditemukan kembali untuk kemudian dipertanggungjawabkan kepada Sang Pemberi Mandat.
Langkah Mengenali Diri
  Lantas bagaimana caranya menjadi diri sendiri? Bukankah proses tersebut sangat sulit?
   Benar bahwa setiap orang bertanggung jawab dalam proses tersebut jika memang ingin hidupnya bernilai. Proses tersebut membutuhkan kesungguhan dan ketekunan yang luar biasa sampai Allah berkenan menjelaskan siapa diri kita yang sesungguhnya.
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan membaca kembali kitab kehidupan kita di masa lalu. Siapa orangtua kita, apa yang menjadi minat kita, pendidikan seperti apa yang pernah kita jalani, orang seperti apa yang pernah kita jumpai dalam hidup. Tidak ada yang kebetulan dalam kehidupan seseorang. Apa yang pernah terjadi dan kita alami merupakan sebuah isyarat penting dalam proses mengenali diri kita di masa depan.
Kenali pula tentang diri kita sejauh yang bisa dipahami. Mengapa kita suka mengeluh untuk hal-hal tertentu, mudah marah dan tersinggung, sulit untuk bersyukur, sulit untuk bisa menerima keadaan yang dihadirkan dalam kehidupan kita.
Langkah kedua adalah keterampilan membaca kehidupan. Apa yang terjadi pada diri, naik turunnya proses kedekatan kepada Tuhan. Ujian dan tantangan yang berbeda-beda yang dialami seseorang. Semua hal tersebut jika dibaca dengan baik akan membantu seseorang untuk melihat arah hidupnya, menemukan potensi diri sejatinya, bukan sekadar cita-cita yang tidak berdasar. Sebagai panduan, Allah telah menurunkan kitab-Nya yang merupakan panduan berjalan setiap insan. Baca dan pelajarilah semoga cahayanya akan menerangi kehidupan kita.
Terakhir tentunya bersikap istiqomah, teguh pendirian, ajeg dalam menjalani suka duka kehidupan dan senantiasa belajar darinya. Alangkah berbahagianya jika dalam perjalanan tersebut seseorang menemukan guru sejati yang dapat memandu dan menjelaskan rambu-rambu yang ada dalam perjalanan tersebut.
Saya bukanlah ahli di bidang tersebut dan hanya seseorang yang sedang belajar menjalaninya. Langkah di atas hanyalah pengantar singkat untuk mengajak kita berpikir dan bertindak lebih jauh. Jika Anda ingin bersungguh-sungguh, belajarlah dari orang-orang yang dapat dipercaya. Betapa banyak kitab warisan orang-orang yang telah terbimbing yang dapat kita pelajari dan amalkan. Orang yang bersungguh-sungguh dan ikhlas dalam perjalanannya mustahil tersesat.

   Karenanya, jadilah diri sendiri, bukan menjadi orang lain. Allah telah memberikan potensi tinggi kepada setiap orang yang bekerja sesuai dengan kodrat dirinya. Jika hal tersebut ditemukan, setiap orang akan menjadi yang terbaik di bidangnya. Dia akan menjadi sang bintang yang bersinar atau menjadi sang pohon yang senantiasa berbuah dan memberikan kebaikan.
Jadi tunggu apa lagi? Segeralah berkemas dan bersiap-siap. Mulailah berjalan dan mengambil perbekalan yang diperlukan. Siapa yang tahu kapan kita akan mati? Setidaknya jika umur kita pendek, semoga kita termasuk orang yang sedang dalam perjalanan menuju-Nya, mengenali diri kita untuk mengenali Sang Rabb.
Jangan hiraukan orang-orang di sekeliling Anda yang menertawakan atau heran. Sesungguhnya siapakah yang lebih patut ditertawakan, orang yang sedang bersungguh-sungguh menjadi dirinya sendiri, atau orang yang sebenarnya bodoh dan segera merasa puas dengan kehidupan yang dijalaninya saat ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar